Senin, 15 Oktober 2012

Tugas Akustik Kelautan

         Dengan menggunakan software ODV, kecepatan suara dapat diperoleh dengan adanya data kedalaman, suhu, dan salinitas. Dalam hal ini, kecepatan suara yang dicari yaitu di salah satu stasiun pengukuran di wilayah Samudera Atlantik. Setelah didapatkan data kecepatan suara pada satu stasiun di Samudera Atlantik, dengan bantuan Ms.Excel, maka dibuatlah 12 grafik yang dibagi dalam 4 musim, yaitu musim barat (Desember, Januari, Februari), musim peralihan 1 (Maret, April, Mei), musim timur (Juni, Juli, Agustus), dan musim peralihan 2 (September, Oktober, November). Berikut masing-masing grafik kecepatan suara terhadap kedalaman, suhu, dan salinitas :

a. Musim Barat

 
      Kecepatan suara berdasarkan kedalaman terbagi menjadi 3 zona, yaitu pada zona mix layer dimana kecepatan suara cenderung meningkat, zona termoklin dimana kecepatan suara semakin menurun, dan zona deep layer dimana kecepatan suara meningkat kembali. Pembagian zona ini tergantung pula pada lokasi perairannya.
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari permukaan laut sampai kedalaman sekitar 297 meter kecepatan suara cenderung meningkat, kemungkinan pada kedalaman ini masih merupakan zona mix layer dimana suhu masih relatif tinggi dan konstan, serta tekanan terus bertambah. Mulai dari kedalaman 297-990 meter, kecepatan suara menurun. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada kedalaman ini di salah satu stasiun pengukuran wilayah Samudera Atlantik ini, sudah merupakan zona termoklin dimana suhu menurun secara drastis sehingga kecepatan suara pun ikut menurun. Pada kedalaman 990 meter dan kemungkinan sampai dasar laut, kecepatan suara meningkat kembali. Hal ini dikarenakan densitas dan tekanan yang semakin tinggi seiring dengan dalamnya perairan, meskipun suhu semakin menurun, namun faktor yang mendominasi kecepatan suara pada zona deep layer ini yaitu densitas dan tekanan. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara dipengaruhi oleh kedalaman perairan.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa semakin menurunnya suhu maka kecepatan suara pun cenderung ikut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun pada suhu sekitar 5oC kecepatan suara meningkat kembali. Hal ini kemungkinan disebabkan pada suhu sekitar 5oC sudah mulai memasuki zona deep layer dimana kecepatan suara meningkat kembali.
Kecepatan suara dipengaruhi juga oleh faktor lain, yaitu musim dan lokasi. Pada musim barat, suhu di belahan bumi utara bernilai rendah. Suhu di permukaan Samudera Atlantik cenderung rendah sehingga pada zona mix layer pun suhunya rendah sehingga pada permukaan perairan, kecepatan suara mencapai nilai sekitar 1521 m/s namun seiring dengan semakin dalam perairan maka semakin menurun suhunya yang menyebabkan kecepatan suara semakin menurun pula.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa semakin menurunnya salinitas maka kecepatan suara pun cenderung ikut menurun. Pada salinitas sekitar 36,5 psu sampai 36 psu, kecepatan suara masih relatif konstan, sedangkan pada salinitas 36-35 psu, kecepatan suara menurun drastis dan pada salinitas sekitar 35-34 psu, kecepatan suara berfluktuasi namun ttidak terlalu jauh perubahannya. Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan suara, namun pada perairan di Samudera Atlantik ini, pengaruh perubahan salinitas kemungkinan tidak terlalu berdampak pada perubahan kecepatan suara, karena rata-rata salinitas di perairan Samudera Atlantik sekitar 35 psu dan tidak terjadi perubahan secara signifikan baik dari permukaan perairan sampai ke perairan dalamnya. Meskipun salinitas tetap mempengaruhi kecepatan suara namun perubahannya tidak cukup terlihat jelas seperti pada pengaruh perubahan suhu.

b. Musim Peralihan 1

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari permukaan laut sampai kedalaman sekitar 466 meter kecepatan suara cenderung meningkat, kemungkinan pada kedalaman ini di stasiun pengukurannya masih merupakan zona mix layer dimana suhu masih relatif tinggi dan konstan, serta tekanan terus bertambah. Mulai dari kedalaman 466-1600 meter, kecepatan suara menurun. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada kedalaman ini di salah satu stasiun pengukuran wilayah Samudera Atlantik ini, sudah merupakan zona termoklin dimana suhu menurun secara drastis sehingga kecepatan suara pun ikut menurun. Pada kedalaman 1600 meter dan kemungkinan sampai dasar laut, kecepatan suara meningkat kembali. Hal ini dikarenakan densitas dan tekanan yang semakin tinggi seiring dengan dalamnya perairan, meskipun suhu semakin menurun, namun faktor yang mendominasi kecepatan suara pada zona deep layer ini yaitu densitas dan tekanan. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara dipengaruhi oleh kedalaman perairan.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa terjadi fluktuasi kecepatan suara terhadap perubahan suhu. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu sekitar 16oC - 4oC, kecepatan suara cenderung menurun, namun pada suhu sekitar 4oC kecepatan suara semakin meningkat kembali. Hal ini kemungkinan disebabkan pada suhu sekitar 4oC sudah mulai memasuki zona deep layer dimana kecepatan suara meningkat kembali.
Kecepatan suara dipengaruhi juga oleh faktor lain, yaitu musim dan lokasi. Pada musim peralihan 1, suhu di belahan bumi utara bernilai rendah. Suhu di permukaan Samudera Atlantik bernilai rendah dan merupakan suhu paling rendah diantara musim lainnya sehingga pada zona mix layer pun suhunya rendah sehingga pada permukaan perairan, kecepatan suara hanya mencapai nilai sekitar 1513 m/s namun seiring dengan dan semakin dalam perairan maka semakin menurun suhunya yang menyebabkan kecepatan suara semakin menurun pula.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa terjadinya fluktuasi nilai kecepatan suara terhadap perubahan salinitas. Pada salinitas sekitar 36-35 psu, kecepatan suara cenderung menurun sedangkan pada salinitas sekitar 35-34 psu, kecepatan suara cenderung meningkat. Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan suara, namun pada perairan di Samudera Atlantik ini, pengaruh perubahan salinitas kemungkinan tidak terlalu berdampak pada perubahan kecepatan suara, karena rata-rata salinitas di perairan Samudera Atlantik sekitar 35 psu dan tidak terjadi perubahan secara signifikan baik dari permukaan perairan sampai ke perairan dalamnya. Meskipun salinitas tetap mempengaruhi kecepatan suara namun perubahannya tidak cukup terlihat jelas seperti pada pengaruh perubahan suhu.

c. Musim Timur

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari permukaan laut sampai kedalaman sekitar 48 meter kecepatan suara cenderung meningkat, kemungkinan pada kedalaman ini di stasiun pengukurannya masih merupakan zona mix layer dimana suhu masih relatif tinggi dan konstan, serta tekanan terus bertambah. Mulai dari kedalaman 48-1179 meter, kecepatan suara menurun. Hal ini kemungkinan dikarenakan pada kedalaman ini di salah satu stasiun pengukuran wilayah Samudera Atlantik ini, sudah merupakan zona termoklin dimana suhu menurun secara drastis sehingga kecepatan suara pun ikut menurun. Pada kedalaman 1179 meter dan kemungkinan sampai dasar laut, kecepatan suara meningkat kembali. Hal ini dikarenakan densitas dan tekanan yang semakin tinggi seiring dengan dalamnya perairan, meskipun suhu semakin menurun, namun faktor yang mendominasi kecepatan suara pada zona deep layer ini yaitu densitas dan tekanan. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara dipengaruhi oleh kedalaman perairan.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa semakin menurunnya suhu maka kecepatan suara cenderung menurun pula. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun pada suhu sekitar 5oC kecepatan suara meningkat kembali. Hal ini kemungkinan disebabkan pada suhu sekitar 5oC sudah mulai memasuki zona deep layer dimana kecepatan suara meningkat kembali.
Kecepatan suara dipengaruhi juga oleh faktor lain, yaitu musim dan lokasi. Pada musim timur, suhu di permukaan Samudera Atlantik cukup tinggi sehingga pada permukaan perairan, kecepatan suara mencapai nilai sekitar 1526 m/s namun seiring dengan semakin dalamnya perairan maka semakin menurun suhunya yang menyebabkan kecepatan suara semakin menurun pula.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa terjadinya fluktuasi nilai kecepatan suara terhadap perubahan salinitas. Pada salinitas sekitar 36,4-35 psu, kecepatan suara cenderung menurun sedangkan pada salinitas sekitar 35-34 psu, kecepatan suara cenderung meningkat. Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan suara, namun pada perairan di Samudera Atlantik ini, pengaruh perubahan salinitas tidak terlalu berdampak pada perubahan kecepatan suara, karena rata-rata salinitas di perairan Samudera Atlantik sekitar 35 psu dan tidak terjadi perubahan secara signifikan baik dari permukaan perairan sampai ke perairan dalamnya. Meskipun salinitas tetap mempengaruhi kecepatan suara namun perubahannya tidak cukup terlihat jelas seperti pada pengaruh perubahan suhu.

d. Musim Peralihan 2

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa dari permukaan laut sampai kedalaman sekitar 1461 meter kecepatan suara cenderung menurun. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan faktor lain yaitu musim peralihan 2, dimana suhu cukup ekstrim mengalami penurunan dari permukaan ke perairan yang lebih dalam sehingga menyebabkakn kecepatan suara pun ikut menurun. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara tidak hanya dipengaruhi oleh kedalaman perairan.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa semakin menurunnya suhu maka kecepatan suara cenderung menurun pula. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan suara sangat dipengaruhi oleh suhu. Kecepatan suara dipengaruhi juga oleh faktor lain, yaitu musim dan lokasi. Pada musim peralihan 2, suhu di belahan bumi utara menghangat akibat tidak teraturnya sirkulasi angin. Suhu di permukaan Samudera Atlantik dapat dikatakan cukup tinggi dan merupakan suhu paling tinggi diantara musim lain sehingga pada permukaan perairan, kecepatan suara mencapai nilai sekitar 1527 m/s namun seiring dengan semakin dalamnya perairan, suhu kembali menurun drastis sehingga menyebabkan kecepatan suara semakin menurun pula.


Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa semakin menurunnya salinitas maka kecepatan suara cenderung meningkat. Hal ini sangat berbeda dengan musim lainnya, kemungkinan dikarenakan suhu perairan cukup tinggi sehingga salinitas pun menjadi tinggi akibat penguapan. Hal tersebut mempengaruhi kecepatan suara. Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan suara, namun pada perairan di Samudera Atlantik ini, pengaruh perubahan salinitas tidak terlalu berdampak pada perubahan kecepatan suara, karena rata-rata salinitas di perairan Samudera Atlantik sekitar 35 psu dan tidak terjadi perubahan secara signifikan baik dari permukaan perairan sampai ke perairan dalamnya. Meskipun salinitas tetap mempengaruhi kecepatan suara namun perubahannya tidak cukup terlihat jelas seperti pada pengaruh perubahan suhu.

     Pada semua musim, baik dari faktor pengaruh kedalaman, suhu, ataupun salinitas, nilai kecepatan suara berada dalam kisaran nilai 1500 m/s. Faktor yang paling berperan dalam kecepatan suara yaitu adanya lapisan termoklin.

Sabtu, 13 Oktober 2012

Kompenen-komponen dalam Metode Akustik



1. Absorbsi
     Suatu fenomena yang terjadi pada saat gelombang dipancarkan yaitu terjadinya absorbsi gelombang suara di kolom perairan. Absorbsi gelombang suara yaitu penyerapan gelombang suara sehingga menyebabkan transmisi hilang pada saat echo dari transducer. Absorbsi gelombang suara di kolom perairan laut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, salinitas, pH, kedalaman, dan frekuensi gelombang. Sifat gelombang ketika dipancarkan dan semakin jauh dari transducer maka kecepatannya dan pantulannya akan semakin melemah.

2. Target Strength
    Kekuatan pantulan gema yang dikembalikan atau dipantulkan oleh target disebut Target Strength. Target Strength ini bergantung pada intensitas suara yang mengenai target. Target Strength didefinisikan juga sebagai 10x nilai logaritma dari intensitas suara yang mengenai ikan/target. Target Strength dapat dihitung dengan rumus :

TS = 10 (log Ir/Ii)

dengan :
TS = Target Strength
Ir   = Energi suara yang dipantulkan, yang diukur
Ii   = Energi suara yang mengenai ikan/target

3. Volume Scatter
      Rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu group single target yang berada pada suatu volume air tertentu (1m3) pada  disebut Volume Scatter atau disebut juga Scattering Volume (SV). Backscattering strength yaitu rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu kelompok single target yang diukur dari target. Scattering Volume (SV) dapat dihitung menggunakan rumus :

SV = 10 log pV + TS

dengan :
SV = Scattering Volume
ρ    = Densitas perairan
V   = Volume perairan
TS = Target Strength --- TS = 10 (log Ir/Ii)

4. Lapisan SOFAR
     Lapisan dimana terjadinya akumulasi suhu dan kedalaman disebut lapisan SOFAR (Sound Fixing and Ranging). Lapisan ini juga merupakan lapisan dimana kecepatan suara menjadi sangat lambat sehingga disebut juga lapisan C minimum, dimana C adalah kecepatan suara. Gelombang suara yang  merambat dalam jarak yang cukup besar di perairan laut akan terperangkap dalam lapisan SOFAR ini.

5. Output Data
     Echosounder data yaitu merupakan output data hasil dari akustik, biasanya berupa GSV, ASCII, dan lain-lain. Data ASCII dapat diolah dengan menggunakan software surfer 10. Point penting dalam Echosounder data ini yaitu terdapatnya nilai x,y (posisi koordinat), dan z (kedalaman).

Sumber : Kuliah Akustik Kelautan (pertemuan ke-4)

Atenuasi Gelombang Suara


Atenuasi adalah melemahnya suatu sinyal yang disebabkan oleh adanya jarak yang semakin jauh, yang harus ditempuh oleh suatu sinyal tersebut dan karena frekuensi sinyal tersebut semakin tinggi. Energi gelombang suara akan berkurang sepanjang perambatannya dari sumbernya karena gelombang suara menyebar keluar dalam bidang yang lebar, energinya tersebar kedalam area yang luas. Gelombang suara yang merambat melalui media air akan mengalami kehilangan energi yang disebabkan oleh penyebaran gelombang, penyerapan energi, dan pemantulan yang terjadi di dasar atau permukaan perairan.  Intensitas gelombang suara akan semakin berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber bunyi.
Atenuasi disebabkan oleh karena adanya penyebaran dan absorbsi gelombang. Penyebaran gelombang terjadi akibat ukuran berkas gelombang berubah, pola berkas gelombang tergantung pada perbandingan antara diameter sumber gelombang dan panjang gelombang medium. Absorbsi gelombang yaitu penyerapan energi yang diakibatkan penyerapan energi selama menjalar di dalam medium (penurunan intensitas).
Sebuah sumber gelombang suara dari suatu akustik di perairan yang memancarkan gelombang akustik dengan intensitas energi tertentu akan mengalami penurunan intensitas bunyi
bersamaan dengan bertambahnya jarak dari sumber gelombang akustik tersebut.  Hal ini terjadi karena sumber akustik memiliki intensitas yang tetap, sedangkan luas permukaan bidang yang dilingkupi akan semakin besar dengan bertambahnya jarak dari sumber bunyi.  Penyebaran gelombang akustik dibatasi oleh permukaan laut dan dasar suatu perairan.
Gelombang suara yang sedang merambat akan mengalami penyerapan energi akustik oleh medium sekitarnya.  Secara umum, penyerapan suara merupakan salah satu bentuk kehilangan energi yang melibatkan proses konversi energi akustik menjadi energi panas, sehingga energi gelombang suara yang merambat mengalami penurunan intensitas (atenuasi).
Gelombang dalam perambatannya akan mengalami penurunan intensitas (atenuasi) karena penyebaran dan karena penyerapan. Penyebaran gelombang juga mengakibatkan intensitas berkurang karena pertambahan luasannya, terkait dengan bentuk muka gelombang. 

Sumber :

Shadow Zone


        Shadow Zone adalah suatu wilayah dimana gelombang suara tidak dapat merambat atau lemah sehingga hampir tidak dapat merambat dalam suatu medium yang disebabkan oleh gelombang suara mengalami kehilangan transmisi. Di kolom perairan, gelombang suara mengalami pembelokan gelombang suara (refraksi) yang terjadi karena adanya perbedaan kedalaman, salinitas dan suhu ait laut.  Pengaruh yang paling nyata terlihat, yaitu jika terjadi kenaikan suhu air laut sebesar 1oC, maka akan menyebabkan meningkatnya kecepatan gelombang suara sebesar 1m/detik, sedangkan di lapisan permukaan pertambahan kecepatan suara bertambah akibat pertambahan suhu sebesar 3 m/s/oC.  Akibatnya jika suhu meningkat menurut kedalaman maka gelombang suara yang dipancarkan akan cenderung dibelokan ke arah permukaan air yang suhunya lebih tinggi. Sebaliknya jika suhu menurun karena kedalaman maka gelombang suara akan terus berjalan menuju dasar perairan dan mengalami pembelokkan secara perlahan ke dasar perairan.  Pada lapisan termoklin, dimana suhu berubah secara drastis maka terdapat pembagian arah gelombang suara yang dipancarkan. Sebagian gelombang suara akan mengalami pembelokan (refraksi) ke arah permukaan karena suhu masih cukup tinggi, sedangkan sebagian gelombang suara lagi tetap menuju ke arah perairan yang lebih dalam secara perlahan dengan kecepatannya yang menurun akibat penurunan suhu. Akibat terjadinya pembelokan gelombang suara ke permukaan dan ke dasar perairan, maka terdapat wilayah yang tidak mengalami perambatan gelombang suara yang disebut  shadow zone.   Jarak dari sumber suara ke  shadow zone  ditentukan oleh laju perubahan suhu terhadap  kedalaman, kedalaman sumber suara, dan kedalaman penerima suara.

Gambar 1. Shadow Zone Akustik

Secara umum pada jarak sejauh 30 m, 110 m, dan 300 m dari sumber suara, frekuensi 100 Hz mengalami kehilangan suara yang paling besar sehingga banyak terbentuk shadow zone di kolom perairan karena pada frekuensi 100 Hz, gelombang suara memiliki panjang gelombang yang paling panjang sehingga mampu melakukan penetrasi kedalam sedimen yang menyebabkan nilai Transmission Loss bertambah dan memunculkan lebih banyak shadow zone.

Sumber : Iskandarsyah, Mochamad. 2011. Pemetaan Shadow Zone Akustik dengan Metode Parabolic Equation di Wilayah Perairan Selat Lombok. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB : Bogor. 

Kecepatan Suara di Laut



Kecepatan suara dalam air laut merupakan variabel oseanografik yang menentukan pola pemancaran suara di dalam medium. Kecepatan suara bervariasi terhadap kedalaman, musim, posisi geografis dan waktu pada lokasi tertentu.  Di perairan dangkal dekat pantai, profil kecepatan suara cenderung tidak teratur dan sulit diprediksi.  Faktor fisik air laut yang paling menentukan dalam mempengaruhi kecepatan suara di dalam air laut adalah suhu, salinitas, dan tekanan.
Di dalam air laut, kecepatan gelombang suara mendekati 1.500 m/detik (umumnya berkisar 1.450 m/detik sampai dengan 1.550 m/detik, tergantung suhu, salinitas, dan tekanan). Secara sederhana pola perambatan gelombang suara di dalam laut yang dibagi secara vertikal adalah sebagai berikut:
a.Lapisan tercampur, dimana kecepatan suara relatif konstan, biasanya ditemukan sampai kedalaman beberapa meter dari permukaan.
b. Surface channel, kecepatan suara meningkat jika dibandingkan pada saat berada di lapisan tercampur.
c.Termoklin, pada lapisan ini kecepatan suara akan menurun dengan bertambahnya kedalaman, karena biasanya suhu menurun secara drastis dalam kedalaman yang relatif dangkal pada lapisan ini. Termoklin dapat muncul secara musiman (jika dekat dengan permukaan) atau permanen.
d.   Deep channel, kecepatan suara pada lapisan ini mendekati minimum. Rata-rata kedalaman lapisan ini mulai dari beberapa ratus meter sampai 2000 m.
e.  Lapisan isothermal, pada lapisan ini suhu relatif konstan, kecepatan suara bertambah secara linear seiring bertambahnya kedalaman  karena pengaruh tekanan hidrostatis.

Namun pada umumnya kedalaman perairan berdasarkan kecepatan suara dibagi dalam 3 zona, yaitu :
a. Zona 1 (mix layer) : Kecepatan suara cenderung meningkat akibat faktor perubahan tekanan mendominasi faktor perubahan suhu
b. Zona 2 (termoklin) : Kecepatan suara menurun dan menjadi zona minimum kecepatan suara akibat terjadinya perubahan suhu yang sangat drastis dan mendominasi faktor perubahan tekanan.
c. Zona 3 (deep layer) : Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan tekanan mendominasi kembali faktor perubahan suhu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan suara di kolom perairan :
1.    Suhu
Suhu merupakan salah satu karakter fisik dari air laut yang penting.  Di wilayah lintang sedang dan rendah (dekat dengan wilayah tropis), suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi densitas dan kecepatan suara di dalam air.  Suhu di daerah tropis pada wilayah permukaan laut berkisar 26-29oC yang dipengaruhi oleh musim.
Pada kondisi perairan laut yang mempunyai suhu berbeda-beda  menimbulkan variasi kecepatan suara yang menyebabkan refraksi atau pembelokan perambatan gelombang suara.  Perubahan suhu yang sangat cepat pada lapisan termoklin menyebabkan pembelokan gelombang suara yang tajam dan pada lapisan ini bertindak sebagai bidang pantul.  

2.    Salinitas
Salinitas adalah jumlah zat-zat terlarut dalam 1 kg air laut, dimana semua karbonat telah diubah menjadi oksida, bromide dan iodide diganti oleh klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi sempurna.  Pada umumnya perairan laut lepas memiliki kadar salinitas 35 psu, yang berarti dalam 1 kg air laut mengandung elemen-elemen kimia terlarut seberat 35 gram.  Dimana komposisi air laut tersebut terdiri atas 3,5% elemen-elemen kimia terlarut dan 96,5% kandungan airnya.
Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di dalam air, teutama di wilayah lintang tinggi (dekat kutub) dimana suhu mendekati titik beku, salinitas merupakan salah satu paling faktor penting yang mempengaruhi kecepatan gelombang suara di dalam air.  Distribusi  vertikal salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis mengalami nilai yang paling kecil pada kedalaman 600-1000 m (34-35 pratical salinity unit/psu).  Di wilayah tropis nilai salinitas pada permukaan  berkisar 36-37 psu.  Salinitas maksimun pada wilayah perairan tropis terjadi pada kedalaman 100-200 m dekat dengan lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai lebih dari 37 psu.   Di daerah laut dalam, kadar salinitas relatif seragam dengan nilai 34,6-34,9 psu.  Salinitas di samudera seperti Atlantik, Pasifik, dan Hindia rata-rata 35 psu, di wilayah laut yang tertutup, nilai salitas rata-rata tidak jauh dari kisaran 35 psu tergantung dari penguapan yang terjadi.

3.    Lapisan Termoklin
Lapisan termoklin merupakan lapisan yang berada dalam kolom perairan di laut yang dimana pada lapisan ini mengalami perubahan suhu yang  drastis dengan lapisan yang berada dan di bawah  lapisan termoklin.  Di laut, termoklin seperti lapisan yang membagi antara lapisan pencampuran (mixing layer) dan lapisan dalam (deep layer).  Tergantung musim, garis lintang dan pengadukan oleh angin, lapisan ini bersifat semi permanen.  Faktor yang menentukan ketebalan lapisan ini di dalam suatu perairan seperti variasi cuaca musiman, lintang, kondisi lingkungan suatu tempat (pasang surut dan arus).
Penurunan suhu berbanding lurus dengan penambahan kedalaman dan salinitas.  Pada daerah dimana terjadi penurunan suhu secara cepat inilah dinamakan lapisan termoklin.  Di laut terbuka, lapisan ini berkarakter sebagai gradient kecepatan suara negative dimana dapat memantulkan gelombang suara.  Secara teknik lapisan ini membendung dari impendansi akustik yang terputus-putus (diskontinu) yang tercipta dari perubahan densitas secara mendadak.  Karateristik yang unik inilah yang membuat pentingnya lapisan termoklin untuk diketahui, terutama dibidang pertahanan dan keamanan (kapal selam). Lapisan termoklin mempunyai karateristik mampu memantulkan dan membelokan gelombang suara yang datang.

4.    Kedalaman Perairan
Kedalaman mempengaruhi cepat rambat suara di dalam air laut. Bertambahnya kedalaman, maka kecepatan suara akan bertambah karena adanya tekanan hidrostatis yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Rata-rata terjadi peningkatan kecepatan suara sebesar 0, 017 m/detik setiap kedalaman bertambah 1 meter.
Permukaan laut merupakan pemantul dan penghambur suara yang mempunyai efek yang sangat besar dalam perambatan suara ketika sumber atau penerima berada di perairan dangkal.  Jika permukaan halus sempurna, maka ia akan menjadi pemantul suara yang nyaris sempurna.  Sebaliknya jika permukaan laut kasar kehilangan akibat pantulan mendekati nol.
           
Kecepatan suara diperoleh dengan menggunakan rumus :
C = 1449,2 + 4,6T - 0,055T2 + 0,00029T3 + (1,34 - 0,010T)(S-35) - 0,016Z
dengan : C = Kecepatan suara (m/s)
               T = Suhu (oC)
               S = Salinitas (psu)
               Z = Kedalaman (m)
dengan begitu, dapat dikatakan bahwa kecepatan suara di laut dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman laut.
           
Sumber :
Iskandarsyah, Mochamad. 2011. Pemetaan Shadow Zone Akustik dengan Metode Parabolic Equatio di Wilayah Perairan Selat Lombok. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB : Bogor.
Kuliah Akustik Kelautan (pertemuan 3) 




Jumat, 12 Oktober 2012

Konsep-konsep Akustik Kelautan


     Akustik kelautan merupakan ilmu yang mempelajari rambatan gelombang suara pada kolom air laut. Terdapat beberapa permasalahan yang dibahas dalam akustik kelautan ini, diantaranya adalah kecepatan gelombang suara, waktu (pada saat gelombang dipancarkan hingga gelombang dipantulkan kembali), dan kedalaman perairannya. Akustik kelautan dipelajari atas dasar beberapa asumsi yaitu laut begitu luas, dalam, dan sangat dinamis. Adapun anggapan bahwa manusia telah mencapai planet terjauh namun belum mencapai laut terdalam sehingga dibutuhkan alat dan metode untuk melakukan pendeskripsian kolom dan dasar laut. Metode yang saat ini sudah cukup banyak dilakukan yaitu metode akustik.
      Akustik terbagi menjadi 2 macam, yaitu akustik pasif dan akustik aktif. Akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan. Akustik pasif dapat digunakan untuk mendengarkan ledakan bawah air, gempa bumi, letusan gunung api, suara yang dihasilkan oleh ikan dan hewan lainnya, aktivitas kapal-kapal laut, ataupun sebagai peralatan untuk mendeteksi kondisi di bawah air. Akustik aktif memakai prinsip SONAR yaitu mengukur jarak dan arah dari objek yang dideteksi dan ukuran relatifnya dengan menghasilkan gelombang suara serta mengukur waktu tempuh dari gelombang tersebut.         
     Prinsip hidroakustik cukup sederhana yaitu gelombang dipancarkan dari sebuah alat yang menghasilkan energi suara. Gelombang suara dipancarkan oleh suatu bagian yang disebut transducer. Gelombang suara dipancarkan pada kolom perairan ataupun dasar perairan. Hal ini dilakukan dengan mengubah energi elektrik  menjadi energi mekanik. Ketika energi tersebut mengenai suatu target maka gelombang suara akan dikembalikan (dipantulkan) dalam bentuk echo yang akan kembali ke receiver (suatu bagian dari alat akustik sebagai penerima gelombang pantulan). Dengan menentukan selang waktu antara gelombang yang dipancarkan dan yang diterima, transducer dapat memperkirakan jarak dan orientasi dari suatu objek yang dideteksi. Dapat dirumuskan sebagai berikut :      

Jarak = Kecepatan Suara x Waktu
2

       Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara, karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas), faktor lingkungan atau medium, kondisi target, dan lain sebagainya. Metode akustik mempunyai keunggulan komparatif yaitu berkecepatan tinggi, estimasi stok ikan secara langsung, dan dapat memproses data secara real time, tepat, dan akurat. Instrumen yang digunakan untuk metode akustik ini diantaranya yaitu Acoustic Doppler Current Profiler (ADCP) dan Conductivit, Temperature, Depth (CTD). 
Metode Akustik mengalami beberapa hambatan dalam aplikasinya yang diantaranya yaitu, adanya gangguan dari kolom air seperti absorbs dan pantulan gelombang yang terjadi, human error, kondisi alat seperti pengkalibrasian alat, dan terbatasnya sumber daya manusia (SDM).
     Salah satu kasus yang terjadi dalam aplikasi metode akustik ini yaitu kasus afternoon effect. Kasus ini terjadi pada saat Lt. Pryor (USS Semmes) di Guantanamo Bay pada tahun 1930-1936, mencoba echo ranging system yang sekarang disebut SONAR. Ketika melakukan pendeteksian dari atas kapal ternyata tidak berhasil, lalu percobaan dilakukan di bawah kapal dan ternyata berhasil. Kemudian masalah baru yang muncul yaitu pada percobaan yang dilakukan pagi hari data berhasil didapatkan namun ketika siang hari dengan kondisi cuaca sangat panas, data berubah. Lt. Pryor menduga bahwa pada siang hari fitoplankton sedang berkembang dan melepaskan banyak bubbles (gelembung oksigen) hasil dari fotosintesis sehingga menghalangi gelombang suara yang dipancarkan. Dari kasus tersebut disimpulkan bahwa pada saat perairan bersuhu cukup tinggi transmisi gelombang suara akan terhambat. Sepuluh tahun kemudian ditemukan bahwa missing sound terjadi akibat pengaruh dari suhu, salinitas, dan faktor lainnya.

Sumber : Kuliah Akustik Kelautan (pertemuan ke-2)

Minggu, 01 April 2012

Ekologi Laut Tropis

HABITAT DAN FAKTOR PEMBATAS LAMUN

Setelah mempelajari apa itu lamun dan bagaimana morfologinya, penasaran kan bagaimana habitat dan faktor pembatas yang mempengaruhi kehidupan lamun ??? yukk langsung aja kita bahas :)

Habitat adalah tempat dimana makhluk hidup dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Habitat lamun biasanya adalah perairan tropis dengan suhu 28-30oC, salinitas 35 ppm, dan substrat lumpur berpasir dengan kedalaman tidak lebih dari 30 meter. Lamun memang sebagian besar ditemukan di perairan tropis, namun terdapat juga lamun di perairan yang dingin. Lamun hidup di wilayah pantai terbuka dan disekitar ekosistem mangrove dan terumbu karang. Lamun juga terdapat pada zona intertidal bawah dan di bagian atas zona subtidal.
   Keberlangsungan hidup lamun dipengaruhi oleh beberapa faktor pembatas yang diantaranya adalah suhu, salinitas, cahaya, sedimentasi, kekeruhan, nutrien, dan arus. Faktor pembatas adalah nilai minimum atau maksimum dari suatu indikator untuk suatu organisme agar dapat tetap hidup.

1.      Suhu
Sebenarnya beberapa peneliti ada yang menyebutkan bahwa suhu tidak termasuk pada faktor pembatas karena kemampuan toleransi lamun terhadap variasi suhu cukup tinggi. Hal ini karena diketahui beberapa jenis lamun dapat menoleransi variasi suhu antara 5-35oC. Namun suhu akan sangat mempengaruhi terhadap metabolisme, pertumbuhan, penyerapan nutrien, keberadaan oksigen, dan kelangsungan hidup lamun itu sendiri. Suhu juga mempengaruhi proses fotosintesis karena jika suhu naik maka proses metabolisme dalam tubuhnya akan terganggu juga.

2.      Salinitas
Lamun tumbuh optimal pada salinitas 35 ppm, namun juga seperti halnya terhadap suhu, terdapat jenis lamun yang memiliki kemampuan untuk menoleransi variasi salinitas yang berkisar antara  3.5-60 ppm. Namun kemampuan toleransi tersebut tergantung dari jenis spesies dan ukuran. Salinitas mempengaruhi proses metabolisme, penyerapan energi, dan sebagainya. Salah satu penyebab kerusakan ekosistem lamun yaitu salinitas yang tinggi akibat kurangnya pasokan air tawar dari sungai dan suhu perairan naik yang mangakibatkan terjadinya penguapan yang cukup tinggi.

3.       Cahaya Matahari
Cahaya matahari sangat diperlukan oleh makhluk hidup, begitupun lamun. Jika tidak ada cahaya maka kelangsungan hidup lamun akan terancam dan mati. Lamun tidak dapat melakukan proses fotosintesis jika tidak ada cahaya matahari,  akibatnya lamun tidak dapat tumbuh dengan baik. Cahaya juga membantu menstabilkan suhu. Jika lamun tidak dapat berfotosintesis maka pasokan nutrien dalam ekosistem padang lamun itu sendiri akan terganggu.

4.                  Substrat
Lamun dapat hidup pada berbagai macam substrat yaitu dari mulai lumpur, lumpur berpasir, bebatuan, dan lumpur halus. Substrat yang baik untuk tanaman lamun biasanya adalah lumpur berpasir. Semakin dalam substrat dari suatu lamun maka semakin kuat lamun dalam melawan arus air dan semakin banyak pula pasokan nutrien yang dapat dimanfaatkan dalam metabolismenya.

5.                  Sedimentasi dan Kekeruhan
Sedimentasi berhubungan dengan kekeruhan dan kejernihan perairan. Semakin banyak terjadinya proses sedimentasi maka perairan akan semakin keruh sehingga penetrasi cahaya matahari akan terhalang oleh partikel-partikel sedimen tersebut. Akibatnya lamun akan sulit mendapatkan cahaya matahari untuk bahan dasarnya melakukan fotosintesis. Sebaliknya jika sedimentasi semakin sedikit maka perairan akan semakin jernih dan penetrasi cahaya matahari akan optimal untuk selanjutnya digunakan oleh lamun untuk fotosintesis. Kekurangan penetrasi cahaya terhadap perairan tidak hanya disebabkan terhalang oleh partikel sedimen tetapi juga disebabkan terhalang oleh biota laut seperti plankton.
6.                  Arus
Kekuatan arus mempengaruhi juga dalam kelangsungan hidup lamun. Jika arusnya terlalu kuat maka akar lamun tidak dapat bertahan untuk menopang kekuatan dari arus perairan. Sebaliknya jika arusnya terlalu kecil maka nutrien dalam ekosistem padang lamun tidak akan berjalan dengan baik.

7.                  Nutrien
Nutrien merupakan faktor pembatas yang paling penting bagi semuanya. Jika tidak ada nutrien, maka lamun tidak akan tumbuh dan hidup. Nutrien ini didapatkan dari hasil dekomposisi dalam sedimen dan juga dari siklus-siklus yang terjadi di ekosistem laut. Nutrien diserap oleh daun dan akar. Pada wilayah tropis sebagian besar nutrien diserap oleh akar bukan dengan daun, karena daun melakukan tugasnya untuk memproduksi energi yaitu proses fotosintesis.

Nah ternyata lamun masih menarik loh untuk dipelajari lebih lanjut, bagaimana alur energi dalam ekosistem padang lamun ??? yukk lanjutkan ke blog rekan saya : menkster.blogspot.com
SELAMAT BELAJAR :)

Referensi

Nugroho, Andry. 2011. Ekologi Padang Lamun. http://andrynugrohoatmarinescience. wordpress.com/2011/04/04/ekologi-padang-lamun/. Diakses pada Rabu, 28 Maret 2012 Pukul 09.03 WIB
Anonim. 2011. Lamun. http://zee-marine.blogspot.com/2011/06/lamun.html. Diakses pada Rabu, 28 Maret 2012 Pukul 09.09 WIB